Minggu, 16 Agustus 2015
Jumat, 14 Agustus 2015
Keep Going!!!
Keep
Going!!!
Oleh: Innes
Ayu Priyantiningtyas (SMA YPS Soroako)
“Aduh!” teriak seseorang dari
belakang.
Mendengar
itu aku langsung menoleh ke sumber suara. Ia tidak lain adalah Yumi, sahabatku.
Dengan spontan aku berlari ke belakang dan membantunya berdiri.
“Makanya, Yum. Kalau jalan itu
lihat ke depan, bukannya main handphone
mulu.” ucapku. “Benar tuh kata Risa. Lebih baik kamu simpan deh handphone-nya.” ucap Riko tiba-tiba setelah
melihat Yumi terjatuh.
Hari
ini, aku, Yumi, Riko,
dan beberapa teman kelas kami sedang mendaki Gunung Poci di Soroako, Kecamatan
Nuha. Kecamatan ini punya potensi alam yang bagus. Alam di desa ini sangat
indah.
Mungkin
saat semua orang mendengar kata desa maka semua orang akan membayangkan daerah
yang punya banyak pohon dan sawah. Rumahnya pun kebanyakan terbuat dari kayu. Tapi,
desa Soroako ini benar-benar berbeda. Di sini, masyarakatnya hidup sejahtera.
Walau di sini tidak benar-benar seperti kota, tapi di sini semua sudah
benar-benar berkembang. Setiap
jalan di desa ini sudah di aspal seperti yang ada di kota-kota, bahkan sebagian besar telah memiliki pemarka jalan dan
telah memiliki zebra cross.
Baru
sekitar dua tahun aku menginjakkan
kakiku di sini. Awalnya saat ayahku berkata akan pindah ke Soroako, aku kaget
sekali. Aku bahkan protes ke ayahku. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana
nanti jadinya jika aku tinggal
di desa. Aku ini anak yang sudah terbiasa dengan kehidupan kota, tidak mungkin
aku bisa hidup di desa begitu saja.
Tetapi
pandanganku berubah saat aku dan keluargaku sudah sampai di sini. Soroako ini
sangat indah. Di desa ini terdapat sebuah pabrik tambang yang berdiri. Walau
ada penebangan hutan untuk membuka wilayah tambang baru, tapi pabrik ini tidak
lupa terhadap alam. Mereka akan mereboisasi wilayah yang telah mereka rusak. Bahkan mereka tidak
lupa dengan satwa yang berada di hutan. Mereka masih menyisakan tempat kecil sebagai habitat untuk hidup
agar mereka tidak mati dan punah. Bukankah itu bagus? Seharusnya hal ini
dicontoh oleh pabrik lainnya.
“Ris?” ucap seseorang. Perlahan aku
terbangun dari lamunanku.
“Eh, Riko. Ada apa?” tanyaku.
“Sebaiknya kamu tidak melamun kalau
lagi berjalan. Lihat di depanmu.”
Tanpa banyak tanya
lagi, aku langsung melihat ke depanku. Ternyata di depanku ada sebuah pohon
besar yang berdiri kokoh. Kalau saja aku melangkah satu kali lagi, maka tamat sudah
riwayat kepalaku ini. Kepalaku mungkin akan benjol.
“Astaga! Untung saja kau
mengingatkanku. Terima kasih..” ucapku sambil menatap ngeri pohon yang berada
di depanku.
Perjalanan
kami menuju puncak ternyata lebih lama dan jauh daripada yang aku bayangkan. Kami
semua sudah kelelahan mendaki, namun semangat kami untuk mencapai puncak tidak
padam. Dan saat akhirnya kaki-kaki lelah kami sudah sampai di puncak, rasanya aku
sudah sangat terlalu lelah untuk menjelaskan perasaan kami.
Kami tanpa
banyak gerak langsung mengambil posisi enak dan duduk. Ditemani dengan angin
sepoi-sepoi kami semua menikmati pemandangan Desa Soroako dari puncak. Pemandangan
dari atas puncak sangat indah. Aku terpukau melihatnya.
Walau
sangat disayangkan karena dari sini aku tidak bisa melihat Danau Matano, tapi view desanya
saja sudah cukup. Sebenarnya Desa Soroako ini punya hal lain yang patut
dibanggakan, yaitu Danau Matano. Danau Matano masuk ke dalam daftar danau
terdalam di Indonesia, bahkan di dunia. Hebat bukan!? Aku pun tidak menyangka
kalau danau yang terletak di
desa kecil ini bisa masuk menjadi danau terdalam.
Saat
sedang nikmat-nikmatnya memikirkan keindahan alam Soroako, tiba-tiba terlintas
sebuah ide di otakku.
“Hei hei! Aku punya ide bagus!”
teriakku.
“Tumben banget kamu punya ide,
Ris.” ejek Yumi.
“Ih! Yum, aku serius nih!”
“Begini bagaimana kalau kita buat
organisasi yang akan menyebarluaskan informasi tentang Soroako? Kan sayang
banget kalau tempat seindah ini tidak dikembangkan potensinya.” lanjutku
langsung.
“Bener juga sih.. Aku ikut deh.
Kamu bisa ngandalin aku kok.” ucap Riko.
“Beneran, Rik? Aduh.. kamu baik
banget..”
“Hehe, tenang aja. Aku nanti yang
akan membuat blog dan beberapa akun sosial media
yang bisa memuat tentang Soroako.”
“Kamu, Yum? Mau ikutan gak?”
“Haha, tentu saja. Soalnya
kedengarannya seru.”
Hari
ini komitmen awal kami sebagai remaja yang ingin mengembangkan Soroako telah
terbentuk. Kali ini rasanya komitmenku bukan seperti komitmen orang-orang yang
mudah tergoyahkan. Komitmenku bukan komitmen yang hanya pada awalnya saja
bagus, namun pada akhirnya runtuh karena hembusan pelan. Komitmenku ini tetap
dan takkan berubah.
Keesokan
harinya, kami mulai berkumpul. Di saat seperti ini, Rikolah yang benar-benar
kami andalkan dalam hal pembuatan blog. Ia salah satu murid yang nilai IT-nya
tinggi di sekolah kami. Ia sudah bisa memprogam, membuat game, dan hal-hal
keren IT lainnya. Pokoknya dalam hal pembuatan dan meng-upload
adalah tugasnya. Aku
dan Yumi bertugas untuk mengumpulkan informasi mengenai Soroako.
Hari-hari
terus berlalu, walau hari sekolah masih terus berjalan, aku dan kedua temanku ini tetap
aktif dalam organisasi yang kami bangun. Mungkin anggota kami baru tiga orang,
tapi aku yakin lama-kelamaan pasti banyak orang yang berminat.
Nah
dalam setiap blog pasti ada unsur yang paling penting. Salah satu hal paling
penting itu, terkhususnya dalam blog kami adalah foto. Ya, kami harus terus
mencari dan menjepret foto alam yang ada di Soroako. Karena itulah, setiap hari
libur sekolah, kami pergi menjelajahi daerah-daerah baru di Soroako yang belum
pernah kami temui. Tak lupa selama berjalan-jalan, kami juga mengambil foto
pemandangan yang indah tentu saja.
Jujur saja,
sejak tinggal di sini, aku jarang sekali keluar rumah kecuali untuk hal yang
penting saja. Karena itu, aku benar-benar
terpukau melihat semua penemuan baruku bersama Yumi dan Riko. Ini benar-benar
seperti petualangan baru untukku. Kami selalu menemukan topik dan tempat baru
yang sebenarnya bisa dijelajahi dan dijadikan objek wisata.
“Hei, lihat! Pemandangan di sana bagus untuk
difoto!” teriakku saat kami sedang berada di hutan dekat Pantai Ide.
“Haha, benar, benar..” ucap Yumi
sambil berlari kecil ke arah daerah yang ku maksud.
Aku pun
mengikuti Yumi, namun karena kecerobohan yang sebenarnya sudah biasa, aku pun
tersandung. Karena terlalu takut terjatuh, aku pun menutup mataku. Namun,
alhasil selama beberapa detik aku tidak merasakan badanku terhempas ke tanah.
Saat membuka mata ternyata Riko sudah menahanku agar tidak jatuh.
Sebenarnya aku
merasa tertolong oleh Riko, tapi posisi kami benar-benar membuatku malu
sekaligus deg-degan.
Aku tidak tahu kenapa, tapi karena perasaan itu, aku pun langsung melepaskan
diri dari Riko.
“Terima kasih.” ucapku sambil
menundukkan kepalaku dan langsung pergi meninggalkan Riko yang hanya bisa melongo
melihat tingkahku yang aneh.
Semenjak
itu, setiap bertemu atau berpapasan dengan Riko, aku jadi selalu salah tingkah.
Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku, hingga akhirnya Yumi menyadarinya dan
menceramahiku.
Well, mungkin karena
Yumi, aku jadi tahu kalau
ternyata aku suka dengan Riko. Tapi, please
deh! Kalian tahu berapa menit Yumi menjelaskan hal itu semua kepadaku? 40
menit! Bayangkan saja berada di depan Yumi selama itu sambil melihat mulut Yumi
yang tidak berhenti berbicara hingga 40 menit lamanya.
Selain itu, Yumi
yang ternyata adalah stalker sejati
telah menyelidiki Riko di akun sosialnya. Yumi memperlihatkan sebuah blog
kepadaku. Di dalam blog itu aku membaca sebuah curhatan seseorang tentang
cintanya kepada seorang gadis. Aku terharu membacanya, tapi semua itu tertepiskan
saat Yumi bilang kalau itu adalah blog milik Riko. Yumi berkata kalau gadis
yang dimaksud dalam curhatan itu adalah aku!
OH MY GOD!! Masa sih Riko suka sama aku!!? Tapi
bukannya itu bagus? Aku kan bisa langsung berterus terang tanpa harus takut
lagi. Daripada aku harus salah tingkah terus di depannya..
“Ris, mending kamu kasih tahu aja
ke Riko kalau kamu suka sama dia. Lagi pula dia juga suka kamu.”
“Well, tapi kamu yakin kalau dia benar-benar suka sama aku?”
“Aduh, gak usah khawatir deh. Aku
yakin!
“Semuanya pasti bakal lancar deh!”
lanjut Yumi dengan penuh keyakinan.
Ucapan
Yumi terlalu memberi harapan padaku karena itulah kenapa aku langsung posting sebuah tulisan
mengenai semua hal menyenangkan yang pernah aku lalui dengan Riko dan
menuliskan kata “Karena itulah, aku suka dengan Riko” di bagian akhir posting-anku.
Lalu, aku mengunggahnya
di blog kami. Itulah usahaku untuk menyatakan perasaanku ke Riko.
Namun,
beberapa hari lewat tanpa respon dari Riko. Harapanku seketika pupus. Walau
anggota organisasi kami yang ternyata makin hari makin banyak, aku sama sekali
tidak senang dan terhibur. Aku tidak tahu kenapa semua semangatku serasa
tertarik keluar hingga tak tersisa sedikitpun di dalam diriku.
Entah
kenapa, perasaanku benar-benar sudah seperti gado-gado yang tercampur aduk. Ada
sedih, marah, malu, masih banyak deh. Karena itulah, mengapa awalnya aku
memutuskan untuk keluar dari organisasi yang aku bentuk. Aku terlalu depresi
untuk melihat wajah Riko. Tapi, setelah melihat kembali semangat semua anggota
baru organisasi kami, aku mulai menyadari sesuatu. Buat apa, aku memikirkan hal
kecil seperti ini, ketika ada hal besar yang sedang menungguku di sana.
Niatku
untuk keluar dari organisasi pun menghilang, hal itu digantikan dengan
bertambahnya semangatku untuk mengembangkan Soroakoku yang tercinta ini. Aku
ingin daerahku suatu hari akan sukses karena jerih payahku dan organisasi ini. Karena itu,
walau ada hal kecil seperti masalah percintaan atau yang lainnya menghadang aku
tidak akan menyerah pada organisasiku begitu saja! Aku akan menjadi penerus
bangsa dan daerahku! Semangat!! Haha..
***End***
Our Memories
Our
Memories
Oleh: Alma
Amalia Sukriyadi (SMA YPS Soroako)
Darah segar
perlahan menetes dari kepala Aqila, benturan yang cukup keras menyebabkan gadis
yang sebentar lagi genap berusia 24 tahun itu tak sadarkan diri di kursi
penumpang setelah mobil yang ditumpanginya mengalami tabrakan dengan truk
tronton. Sang sopir yang berusaha
menghindar menyebabkan mobil mini bus itu masuk ke jurang sedalam 10 meter.
**
“Tante sama om pergi membeli minum dulu ya!” ucap wanita paruh
baya itu.
“Iya tante.” jawab Radit. Tak
lama kemudian terdengar suara pintu terbuka lalu menutup.
**
Sepeninggal
kedua calon mertuanya itu, Radit menatap Aqila yang terbaring di tempat tidur
dengan sedih. Ia menghela nafas dan kemudian tertunduk lesu memandangi tangan Aqila. Tiba-tiba tangan Aqila bergerak. Sontak
radit merasa sangat senang. Ia tidak bermimpi. Tak lama kemudian mata Aqila perlahan terbuka.
“Aqila?” bisiknya pelan.
“Akhirnya, kau sadar juga” ucap Radit.
“Kamu
siapa?” ucap Aqila. Pertanyaan Aqila seolah menikam
hatinya. Tak lama kemudian pintu terbuka dan kedua orang tua Aqila memasuki
ruangan dengan perasaan senang.
“Dia sudah sadar Pa!” ucap ibunya sambil
memeluk ayahnya. Aqila berkerut samar, perlahan-lahan ia mengangkat tangan ke
kepala.
“Jangan sentuh kepalamu dulu” ucap Radit
lembut sambil memegang tangan Aqila.
“Jangan sentuh-sentuh aku” ucap Aqila. “Apa kau tak punya sopan
santun?” lanjutnya. Radit hanya bisa diam. Ia tahu, Aqila adalah seorang yang
tak suka di sentuh oleh orang lain. Tapi, aku Radit. “Sepertinya ada yang salah
dengan Aqila” kata Radit dalam hati.
“Aqila. Jangan begitu sama Radit.” ucap mamanya. "Radit itu tunangan kamu.” Lanjut
ibunya.
“Radit? tunangan?
Jangan ngaco Ma!”
kata Aqila. Raut wajah ibunya seketika berubah.
“Aku nggak
apa-apa kok tante” jawab Radit
menenangkan ibu Aqila. “Mungkin Aqila nggak ingat aku.” Lanjutnya.
Mendengar hal itu, ibu Aqila merasa bersalah kepada calaon menanantunya itu.
“Pa, tolong panggilkan dokter Hans!” kata ibunya kepada
ayah Aqila.
**
Akibat benturan
keras yang dialaminya saat kecelakaan itu, Aqila kehilangan sebagian
ingatannya. Menurut dokter, ia hanya kehilangan ingatan tentang dua bulan
terakhir. “Setidaknya
aku masih mengingat namaku sendiri, orang tuaku, dan semua yang terjadi padaku
sampai dua bulan ini.” Ucap Aqila dalam hati. Tapi, ada sesuatu yang
mengganggunya. “Tunangan?
Sejak kapan aku tunangan
dengan dia?”
lanjut Aqila. Tiba-tiba kepalanya
terasa sangat sakit. “Kalau
terus begini aku bisa gila.”
gerutuknya dalam hati.
Tak mendapatkan jawaban yang ia inginkan, akhirnya ia menyerah dan memutuskan
untuk tidur.
**
“Aku dengar hari ini kau sudah boleh
pulang. Tante dan om sedang bicara dengan dokter.” Kata radit lembut.
“Radit, boleh aku bertanya?” kata Aqila ragu-ragu.
“Silakan.” jawab Radit sambil memasukkan pakain Aqila ke dalam tas.
“Itu, kamu oh bukan maksudku kita
benaar-benar tunangan?”
tanya Aqila. “Maafkan aku, tapi aku
sungguh tidak mengingatnya. Kecelakaan sialan itu mengambil ingatanku tentangmu.” lanjutnya.
“Kalaupun aku jawab iya. Kau mungkin takkan
memercayaiku. Tapi tak usah khawatir,
aku akan membuatmu mengingat semua.” jawab
radit lembut sambil memegang tangan Aqila.
Aqila merasakan
tangan Radit memegang tangannya.
Ada perasaan nyaman saat tangan mereka bersentuhan. “Sudahlah, tak usah kau pikirkan. Nanti kepalamu
sakit lagi.” ucap
Radit sambil memasukkan
pakaian terakhir Aqila
ke dalam
tas. “Nah! Sudah selesai. Ayo, kita pulang!” kata Radit bersemangat.
**
Hawa dingin pagi
ini membuat Aqila
tak ingin meninggalkan kasur dan selimutnya yang hangat. Ini adalah hari
pertamanya di desa kecil bernama Sorowako
yang terletak di ujung Sulawesi Selatan.
Desa kecil ini ternyata memiliki banyak kekayaan alam, salah satunya nikel. Tak
ayal desa ini memiliki pabrik nikel terbesar, PT VALE Indonesia Tbk. Ibunya sengaja
membawanya ke desa ini agar proses penyembuhannya dapat berjalan cepat.
**
Selama sebulan
berada di desa ini Aqila
merasa nyaman. Entah itu karena tempat ini jauh dari polusi atau karena
keberadaan Radit
yang selalu ada di sampingnya.
Ia merasa optimis ingatannya akan kembali cepat atau lambat. Setiap malam satu
per satu
ingatannya kembali dan hal itu membuat kepalanya sakit.
Pagi ini seperti
biasa Radit sudah ada di depan
rumah Aqila. Hari ini ia mengenakan
kaos berwarna hitam serta celana jeans yang berwarna hitam pula. Setelah
menunggu selama 10 menit,
Aqila akhirnya keluar.
“Kamu sudah siap?” tanya radit.
“Kita mau kemana sih?” tanya Aqila balik.
“Ada deh. Nanti kamu tahu sendiri.” jawab Radit.
“Terserah kamu aja deh. Asal aku pulangnya
selamat.” kata Aqila sambil memajukan
bibirnya.
“Idihhh ngambek. Kalau aku kasih tahu
sekarang nanti nggak
sureprise
loh.” kata Radit. Setelah itu, Aqila
hanya diam dan Radit
percaya bahwa diamnya cewek berarti iya. Dan lima detik kemudian mobil yang mereka
gunakan melaju menuju Danau
Matano.
Aqila sangat
senang ketika tahu Radit
membawanya ke Pantai
Salonsa, salah satu tempat favoritnya selain puncak. Melihat birunya air Danau Matano membuatnya merasa
tenang. Sejenak ia dapat melupakan rasa sakit yang kadang datang.
“La. Duduk di sini yuk!” ajak Radit sambil menggelar
tikar yang datang entah dari mana. Aqila lalu berjalan ke arah Radit lalu duduk tepat
di samping
Radit.
“Cantik banget ya.” ucap Aqila sambil melihat
pemandangan indah di depannya.
Hamparan air danau yang berwarna biru dihiasi pegunungan hijau di
belakangannya.
“Iya La,
cantik banget.” kata Radit. “La, aku
pengen kamu tahu. Aku nggak
bakalan maksa kamu buat ingat semua kejadian selama dua bulan yang lalu. Aku
bakalan nunggu sampai kamu ingat lagi sama aku.” ucap Radit lembut sambil mengelus rambut
Aqila.
“Tapi…..” jawab Aqila. ia tidak tahu harus
jawab apa. Radit mengerti kebingungan yang terpancar jelas di wajah Aqila. “Aku nggak minta kamu jawab
apa-apa. Hmmmm, pergi yuk!
Jalan-jalan kita belum selesai.” ajak
Radit setelah merasa bahwa mereka telah berada di sana cukup lama.
“Mau ke mana lagi?” tanya Aqila penasaran.
“Ada deh.” jawab Radit sambil berjalan menuju mobil.
Mau tak mau Aqila
berjalan cepat mengikuti Radit.
Ternyata Radit membawanya
berkeliling Soroako. Mereka menghabiskan sepanjang hari mengunjungi Pantai Kupu-Kupu, Pantai Ide, dan Yacht Club.
Pukul lima sore
mereka kemudian melanjutkan perjalanan mereka. Setelah lima belas menit
perjalanan menggunakan mobil, Radit
memarkir mobilnya di tempat parker nursery. Nursery adalah tempat pengembangbiakan
tumbuhan untuk menggantikan tanam yang ditebang setelah proses penambangan oleh
PT VALE. Satu hal yang Aqila
sadari selama di Soroako,
desa ini memiliki banyak fasilitas umum yang bagus. Lapangan golf merupakan
salah satunya. Dalam hati ia memuji pertumbuhan desa ini.
“Turun yuk!” ajak Radit. setelah mengucapkan
hal itu mereka kemudian turun dari mobil dan berjalan mengikuti jalan setapak.
“Dit, ini kan.” Kata aqila tak
percaya saat jalan setapak berubah menjadi agak mendaki. Radit yang mendengar
hal itu hanya tersenyum lembut ke arah Aqila.
Setelah berjalan
kurang lebih 30 menit, mereka akhirnya sampai di puncak. Semilir angin
ketinggian, dan
pemandangan yang sangat
Aqila sukai.
“Kamu kok tahu tempat ini?” tanya Aqila.
“Kamu udah pernah ajak aku ke sini sebulan
yang lalu.” jawab
Radit.
“Serius? Kamu nggak bohongkan?” tanya Aqila.
“Ngapain juga aku bohongin kamu.” jawab Radit. “Ehh, liat!” kata Radit
bersemangat. “Wow!”
teriaknya sambil melihat pemandangan indah di bawah sana. Satu
persatu lampu-lampu rumah penduduk dinyalakan. Lampu-lampu itu bagaikan
bintang-bintang yang ada di langit.
“La.” ucapnya Radit lembut.
“Ya.” jawab Aqila.
“Aku pengen kamu tahu kalau aku
sayang banget sama kamu. Aku nggak
peduli kalaupun kamu nggak
bakalan ingat aku lagi. Aku tetap sayang sama kamu.” ucap Radit lalu
mengenggenggam tangan Aqila lembut. Mendengar hal itu Aqila merasa pipinya
memerah.
“Untung saja ini sudah gelap.” kata Aqila dalam hati.
“Pulang yuk! Sudah gelap nih.” ajak Aqila.
“Yuk!” jawab Radit.
**
Tanpa Aqila
sadari ternyata dirinya jatuh cinta untuk kedua kalinya kepada Radit. walaupun
ingatan Aqila tidak pernah kembali namun ternyata perasaan yang ada di dalam hatinya tidak
pernah berubah kepada Radit, ia tetap mencintai Radit dengan sepenuh hatinya. True love is always find its way to go back.
*** End ***
Langganan:
Postingan (Atom)